Menurut
UU RI No. 19 tahun 2002 yang dimaksud dengan Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta
atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberi
izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
UU yang berlaku. Sedangkan Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang
menunjukkan keasliannya dalam bentuk ilmu pengetahuan, seni, sastra, atau
teknologi.
Pelanggaran
atau penyalahgunaan hak cipta bisa dalam bentuk apa saja, seperti mengaku
sebagai si pencipta, memalsukan hasil ciptaan, menyebarkan hasil ciptaan secara
illegal, tidak mempunyai izin untuk menggunakan hasil ciptaan, dll. Seperti
yang kita tahu, banyak sekali kasus pelanggaran atau penyalahgunaan hak cipta
yang dialami oleh bangsa Indonesia. Bukan hanya bangsa Indonesia yang menjadi
korban, tetapi juga bertindak sebagai pelaku pelanggaran.
Yang paling
sering terjadi yaitu pengakuan Negara Malaysia atas kebudayaan Indonesia yang
mereka klaim sebagai kebudayaan mereka. Berikut beberapa daftar kasus
kebudayaan Indonesia yang pernah diakui oleh Malaysia :
1. Malaysia mendaftarkan tarian
Tor-tor dan alat musik Gordang Sambilan dalam Seksyen 67 sebagai Akta Warisan
Kebangsaan 2005. Padahal tarian Tor-tor merupakan salah satu tarian yang
dimiliki oleh masayarakat suku Batak, Sumatera Utara.
2. Batik merupakan salah satu
yang pertama diklaim oleh Malaysia sebagai warisan kebudayaan milik negaranya.
Klaim atas batik ini akhirnya dimenangkan oleh Indonesia melalui Unesco pada 2
Oktober 2009.
3. Tari Pendet yang merupakan
tarian khas asal Pulau Bali juga diklaim oleh Negeri Jiran melalui sebuah iklan
pariwisata ‘Visit Malaysia’.
4. Salah satu website Malaysia
menyebutkan bahwa Angklung berasal dari Malaysia tepatnya dari kota Johor.
5. Awal dari klaim ini adalah
pada saat website Kementrian Kebudayaan, Kesenian dan Warisan Malaysia memasang
gambar Reog Ponorogo dan menyebutnya sebagai tarian asal Malaysia yaitu Tari
Barongan.
6. Pada bulan Oktober 2007, iklan
pariwisata Malaysia yang bertema ‘Malaysia Truly Asia’, menggunakan penggalan
dari lirik lagu Rasa Sayange yang merupakan lagu khas Maluku.
Menurut
Ketentuan Pidana Pasal 72 diantaranya :
(1). Barangsiapa dengan sengaja
dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1
atau Pasal 49 ayat 1 dan ayat 2 dipidana dengan pidana penjara masing-masing
paling singkat 1 bulan dan/atau paling sedikit Rp 1.000.000 (satu juta rupiah)
atau pidana penjara paling lama 7 tahun dan/atau denda paling banyak RP
5.000.000.000 (lima miliar rupiah).
(2). Barangsiapa dengan sengaja
menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau
barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Sebenarnya
masih banyak lagi kasus kebudayaan Indonesia yang diklaim oleh Malaysia. Tetapi
mengapa terlalu sering kasus seperti ini terjadi pada bangsa kita? Apa karena
bangsa kita dianggap lemah oleh Negara lain? Apa karena di hukum Indonesia
tidak cukup ‘hebat’? Atau karena kita sebagai bangsa Indonesia yang tidak
pernah mengetahui apa saja sebenarnya kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa
kita, sehingga Negara lain mencari celah untuk mengakuinya. Oleh karena itu,
kita jangan pernah segan untuk mempromosikan dan ‘memamerkan’ semua kebudayaan
asli Indonesia yang begitu beraneka ragam dan patut dilestarikan.
Referensi :
Undang-Undang Republik Indonesia
No.19 tahun 2002
0 komentar:
Posting Komentar